KODE ETIK

KODE ETIK

MEDIATOR MASYARAKAT INDONESIA (MMI)

PEMBUKAAN:

Pjada prinsipnya setiap organisasi profesi harus memiliki Kode Etik sebagai rambu-rambu bagi setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya. Dan didalam kode etik tersebut juga mengatur kewajiban serta memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan tugas dan profesinya didalam masyarakat.

Mediator merupakan profesi yang menjalankan tugas dan fungsinya dalam menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat, dimana dalam menjalankan profesinya berada dibawah ketentuan peraturan perundang-undangan yang beralaku dan Kode Etik. Setiap Mediator didalam menjalankan profesinya bersifat netral (tidak memihak) dan memiliki kebebasan yang didasarkan kepada Kejujuran, Kehormatan, Kemandirian, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Sehingga dalam menjalankan profesi Mediator harus memahami aturan dalam bertindak sesama teman Mediator dan masyarakat selaku pengguna jasa mediator.

Untuk itu setiap Mediator diwajibkan untuk menjaga etika, kewibawaan, martabat dan kehormatan profesi Mediator, serta setia dan menjunjung anggota Mediator wajib menjunjung tinggi Kode Etik Mediator, yang mana pelaksanaan Kode Etik ini diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai penegak atas pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Mediator MMI, agar terjadi kontrol yang baik sehingga dapat memberikan manfaat bagi anggota maupun bagi masyarakat luas.

Kode Etik Mediator Masyarakat Indonesia (MMI) adalah sebagai hukum didalam menjalankan profesi Mediator, yang menjamin dan memberikan perlindungan serta tetap membebankan kewajiban kepada mediator anggota MMI untuk adil, jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada pihak pengguna jasa mediator, sesama teman mediator, lembaga pengadilan, negara atau masyarakat pada umumnya maupun kepada setiap Mediator.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dengan :

  1. Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
  2. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.
  3. Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka kepada Mediator untuk dilakukan perundingan guna mencari penyelesaian.
  4. Teman Sejawat adalah orang atau mereka yang menjalankan profesi sebagai Mediator sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Teman Mediator Asing adalah Mediator yang bukan berkewarganegaraan Indonesia yang menjalankan praktek mediasi di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  6. Dewan Kehormatan Pusat adalah anggota MMI atau anggota Kehormatan yang telah dipilih dan ditetapkan DPP MMI, memiliki tugas dan wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Anggota MMI terkait pelaksanaan Kode Etik serta dapat menjatuhkan sanksi pada tingkat terakhir.
  7. Dewan Kehormatan Cabang adalah anggota MMI atau anggota Kehormatan yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Ketua DPC yang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Anggota MMI ditingkat Cabang dalam pelaksanaan Kode Etik serta dapat menjatuhkan sanksi
  8. Dewan Pimpinan Pusat selanjutnya disebut dan disingkat “DPP” adalah pengurus MMI di tingkat pusat.
  9. Dewan Pimpinan Cabang selanjutnya disebut dan disingkat “DPC” adalah pengurus MMI di tingkat cabang Kabupaten atau Kota yang dibentuk sesuai Anggaran Dasar MMI.
  10. Biaya Mediator adalah pembayaran kepada Mediator sebagai imbalan jasa Mediasi yang dilakukan berdasarkan kesepakatan dan atau perjanjian dengan pengguna jasa Mediator.

BAB II
KEPRIBADIAN MEDIATOR

Pasal 2

  1. Setiap Mediator dapat menolak untuk memberi jasa mediator kepada orang, badan hukum atau lembaga lain yang memerlukan jasa mediasi dengan alasan tidak sesuai dengan kemampuannya, dan bertentangan dengan hati nuraninya;
  2. Setiap Mediator tidak dapat menolak memberikan jasa mediasi dengan alasan karena perbedaan suku, agama, ras, agama, antar golongan, kepercayaan, keturunan, jenis kelamin, perbedaan politik dan tingkat sosialnya.
  3. Mediator didalam melakukan tugas profesinyanya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tercapainya perdamaian dan Keadilan.
  4. Mediator dalam menjalankan profesinya adalah bersifat netral, bebas, dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan menjaga rahasia para pihak pengguna jasa mediasi.
  5. Mediator didalam menjalankan fungsinya, harus beritikad baik, tidak berpihak dan tidak mempunyai kepentingan pribadi serta tidak mengorbankan kepentingan Para Pihak.
  6. Mediator dilarang mempengaruhi atau mengarahkan para pihak untuk menghasilkan syarat-syarat atau klausula-klausula penyelesaian sebuah sengketa yang dapat memberikan keuntungan pribadi bagi Mediator.
  7. Mediator dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat sebagai Mediator.

BAB III
KEWAJIBAN MEDIATOR

Pasal 3

  1. Mediator wajib memelihara rasa saling menghormati, menjaga solidaritas diantara Teman Sejawat.
  2. Mediator wajib  memelihara  dan  mempertahankan  ketidak  berpihakannya, baik  dalam  wujud  perkataan,  sikap  dan  tingkah  laku  terhadap  para  pihak  yang terlibat sengketa.
  3. Mediator wajib  menyelenggarakan  proses  mediasi  sesuai  dengan  prinsip penentuan diri sendiri oleh Para Pihak yang bersengketa.
  4. Mediator wajib memberitahukan kepada Para Pihak pada pertemuan pertama bahwa semua  bentuk  penyelesaian  atau  hasil keputusan proses mediasi memerlukan persetujuan Para Pihak;
  5. Mediator wajib  menjelaskan  kepada  Para Pihak  pada  pertemuan pertama tentang pengertian dan prosedur mediasi, pengertian kaukus dan penggunaan kaukus dalam proses mediasi serta peran Mediator.
  6. Mediator wajib menghormati dan memberikan izin beberapa saat kepada Para Pihak, antara lain untuk  berkonsultasi dengan kuasa hukumnya atau para ahli pada saat proses mediasi berlangsung.
  7. Mediator wajib  menghindari adanya ancaman,  tekanan  atau  intimidasi  dan  paksaan terhadap salah satu atau kedua belah pihak untuk membuat suatu keputusan hasil mediasi.
  8. Mediator wajib menjaga segala kerahasiaan informasi Para Pihak yang terungkap dalam proses mediasi dan tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti di persidangan;
  9. Mediator wajib memusnahkan segala catatan-catatan (risalah) dalam proses mediasi setelah berakhirnya proses mediasi yang dilakukan Para Pihak.

BAB IV

LARANGAN MEDIATOR

Pasal 4

  1. Mediator yang berprofesi sebagai Advokat atau rekan pada sebuah kantor hukum yang sama dilarang menjadi Kuasa Hukum salah satu pihak yang bersengketa baik yang sedang ditangani selama proses mediasi maupun sesudah mediasi.
  2. Setiap Mediator dilarang menggunakan sikap atau perkataan kotor yang berpotensi menyinggung salah satu pihak dalam proses mediasi berlangsung.
  3. Mediator dilarang melakukan pertemuan secara rahasia kepada salah satu pihak tanpa diberitahukan terlebih dahulu kepada pihak yang lain yang bersengketa.
  4. Mediator dilarang  menerima  hadiah  atau  pemberian  dalam  bentuk  apapun  dari salah   satu   atau   para   pihak   selama   proses   mediasi   berlangsung   selain biaya mediator yang telah disepakat sebelumnya.

BAB V
HUBUNGAN DENGAN PARA PIHAK
Pasal 5

  1. Mediator tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan Para Pihak mengenai proses mediasi.
  2. Mediator dalam menentukan besarnya Biaya Mediator wajib mempertimbangkan kemampuan Para Pihak, dan tidak dibenarkan membebani Para Pihak dengan biaya-biaya yang tidak ada hubungan dengan proses mediasi.
  3. Mediator wajib memegang rahasia, baik dalam bentuk perkataan muapun catatan yang terungkap selama proses mediasi yang dilakukan Para Pihak meskipun proses mediasi selesai dilakukan.
  4. Mediator yang memiliki kepentingan pribadi kepada salah satu Pihak yang bersengketa harus mengundurkan diri sepenuhnya sebagai mediator dalam sengketa yang akan atau sedang dalam proses mediasi.

BAB VI
PROSES MEDIASI
Pasal 6

  1. Mediator menyelenggarakan perundingan atau proses mediasi secara berimbang  terhadap Para Pihak.
  2. Mediator melakukan penundaan atau mengakhiri proses mediasi apabila perilaku dari salah  satu  atau  Para  Pihak  telah  menyalahgunakan  proses  mediasi  atau  tidak beritikad baik selama proses mediasi berlangsung.
  3. Mediator menyelenggarakan  proses  mediasi  sesuai  dengan  jadwal  yang telah disepakati Para Pihak saat pertemuan pertama.
  4. Mediator dapat melakukan pemanggilan secara tertulis kepada salah satu atau Para Pihak yang tidak hadir pada saat jadwal mediasi yang telah ditentukan dengan membebankan biaya pemanggilan kepada Pihak yang dipanggil.

BAB VII
DEWAN
KEHORMATAN

Pasal 7

  1. Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Mediator.
  2. Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui Dewan Kehormatan Pusat dan Dewan Kehormatan
  3. Dewan Kehormatan Cabang memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.
  4. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan yang dilakukan secara tertulis yang memuat tentang kronologi dan kerugian yang diajukan kepada Dewan Kehormatan Cabang, apabila tidak ada Pimpinan Cabang dapat diajukan langsung kepada Dewan Kehormatan
  5. Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan Kehormatan Cabang melakukan pemeriksaan terhadap pengaduan dan wajib diberikan keputusan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terbukti atau tidak terjadinya pelanggaran Kode Etik.
  6. Dalam melakukan pemeriksaan pengaduan Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan Kehormatan Cabang mempertimbangkan alasan Pengadu, Pembelaan Teradu, alat bukti surat dan keterangan saksi-saksi yang diajukan.
  7. Keputusan Dewan Kehormatan Cabang dapat diajukan Banding kepada Dewan Kehormatan Pusat, dan atas keputusan Dewan Kehormatan Pusat bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya lain.

BAB VIII
SANKSI-SANKSI
Pasal 8

Dewan Kehormatan Pusat dan Dewan Pengawas Kehormatan Cabang, dapat menjatuhkan putusan dengan hukuman:

  1. Peringatan Pertama, apabila sifat pelanggarannya tidak berat;
  2. Peringatan Kedua, bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan.
  3. Pemberhentian Sementara, bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa Peringatan Kedua masih mengulangi melakukan pelanggaran kode etik.
  4. Pemberhentian Tetap dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi Mediator.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9

Perkara-perkara pelanggaran kode etik yang belum diperiksa sebelum berlakunya Kode Etik ini dapat diajukan baru dan akan diperiksa dan diputus berdasarkan Kode Etik ini.

Pasal 10

Pada tanggal 26 Oktober 2022 telah dilakukan perubahan dan perbaikan kedua atas Kode Etik Mediator ini yang dibuat pada tanggal 02 Desember 2019, sebelum dibentuknya Dewan Kehormatan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan atas pelanggaran Kode Etik dilakukan oleh Dewan Pengawas.

BAB X
PENUTUP
Pasal 1
1

Kode Etik Mediator Masyarakat Indonesia ini berlaku sejak ditetapkan.
Ditetapkan     di         : Yogyakarta

Pada tanggal            : 26 Oktober 2022

Kode Etik Lengkap Silahkan Download : Kode Etik Mediator Masyarakat Indonesia